BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ilmu kesehatan masyarakat adalah suatu ilmu seni yang
bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit, memperpanjang umur, meningkatkan
kesehatan, melalui usaha-usaha kesehatan masyarakat. Ilmu kesehatan masyarakat
banyak merangkul berbagai aspek kesehatan didalamnya. Diantaranya ada upaya
dalam meningkatkan status kesehatan ibu dan anak, wanita usia lanjut serta
wanita dalam masa subur. Disini perlunya perhatian khusus dalam memberikan
serta dalam meningkatkan kesehatan empat golongan tersebut.
Kesehatan prakonsepsi adalah kesehatan seorang wanita sebelum
dia menjadi hamil. Itu berarti mengetahui bagaimana kondisi kesehatan dan
faktor risiko dapat mempengaruhi seorang wanita atau bayi yang belum lahir jika
dia menjadi hamil. Sebagai contoh, beberapa makanan, kebiasaan, dan obat-obatan
dapat membahayakan bayi anda - bahkan sebelum ia dikandung. Beberapa masalah
kesehatan, seperti diabetes, juga dapat mempengaruhi kehamilan.
Kesehatan merupakan kebutuhan dengan hak setiap insan agar
dapat kemampuan yang melekat dalam diri setiap insan. Hal ini hanya dapat
dicapai bila masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, berperan serta
untuk meningkatkan kemampuan hidup sehatnya. Kemandirian masyarakat diperlukan
untuk mengatasi masalah kesehatannya dan menjalankan upaya peecahannya sendiri
adalah kelangsungan pembangunan. GBHN mengamanatkan agar dapat dikembangkan
suatu sistem kesehatan nasional yang semakin mendorong peningkatan peran serta
masyarakat.
Kemampuan masyarakat perlu ditingkatkan terus menerus untuk
menolong dirinya sendiri dalam mengatasi masalah kesehatan. Kegiatan pembinaan
yang di lakukan oleh bidan sendiri antara lain mempromosikan kesehatan dalam
pelayanan agar peran serta ibu, remaja, wanita, keluarga dan kelompok
masyarakat di dalam upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana meningkat.
Ini sebagai bagian dari upaya kesehatan masyarakat.
1.2
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui ilmu kesehatan masyarakat serta
upaya-upayanya
2.
Untuk mengetahui upaya meningkatkan kesehatan wanita
sepanjang siklusnya
BAB II
Tinjauan Teori
2.1
Pengertian
Pengertian calon ibu
Pelayanan
kebidanan diawali dengan pemeliharaan kesehatan para calon ibu. Calon ibu harus
mempersiapkan diri seoptimal mungkin sejak sebelum kehamilan terjadi. Konsultasikan
ke dokter kandungan guna dilakukan berbagai pemeriksaan , agar dokter dapat
mendeteksi hal-hal yang kurang menguntungkan bagi kehamilan seperti infeksi
toksoplasma dan kekurangan gizi.Selain itu kesiapan psikis calon ibu dan ayah
pun harus diperhatikan.
Calon
ibu adalah semua wanita dalam masa reproduktif yang akan mengalami kehamilan,
remaja putri, wanita dewasa yang belum menikah,wanita yang sudah menikah dan
sedang mempersiapkan kehamilan. Remaja
wanita yang akan memasuki jenjang perkawinan perlu dijaga kondisi kesehatannya.
Kepada para remaja di beri pengertian tentang hubungan seksual yang sehat,
kesiapan mental dalam menghadapi kehamilan dan pengetahuan tentang proses
kehamilan dan persalinan, pemeliharaan kesehatan dalam masa pra dan pasca
kehamilan.
Pengertian
WUS dan wanita klimakterium
WUS (Wanita Usia Subur) adalah wanita yang keadaan organ
reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun. Pada wanita usia
subur ini berlangsung lebih cepat dari pada pria. Puncak kesuburan ada pada
rentang usia 20-29 tahun. Pada usia ini wanita memiliki kesempatan 95% untuk
hamil. Pada usia 30-an presentasenya menurun hingga 90%. Sedangkan memasuki
usia 40, kesempatan hamil berkurang hingga menjadi 40%. Setelah usia 40 wanita
hanya punya maksimal 10% kesempatan untuk hamil. Masalah kesuburan alat
reproduksi merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui. Dimana dalam masa
wanita subur ini harus menjaga dan merawat personal hygiene yaitu pemeliharaan
keadaan alat kelaminya dengan rajin membersihkannya.
Pengertian bayi
Bayi baru lahir normal ( BBLN ) adalah bayi yang baru lahir
dengan usia kehamilan atau masa gestasinya dinyatakan cukup bulan ( aterm )
yaitu 36-40 minggu. (Mitayani, 2010). Menurut Saifuddin, (2002) dalam ( Rahma
blog : 2009 ) Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu jam
pertama kelahiran. Menurut Dep. Kes. RI, (2005) dalam ( Rahma blog : 2010 )
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.
Menurut M. Sholeh Kosim, (2007) dalam ( Rahma blog : 2010 ) Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan) yang berat.
Menurut M. Sholeh Kosim, (2007) dalam ( Rahma blog : 2010 ) Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan) yang berat.
2.2
Upaya Peningkatan
A. Pada ibu
1. Perkawinan Yang Sehat
Bagaimana
mempersiapkan diri ditinjau dari sudut kesehatan, menghadapi perkawinan,
disampaikan kepada remaja. Pekawinan bukan hanya sekedar hubungan antara suami
dan istri. Perkawinan memberikan buah untuk menghasilkan turunan. Bayi yang
dilahirkan juga adalah bayi yang sehat dan direncanakan.
Perkawinan
adalah peristiwa ketika sepasang mempelai atau pasangan suami istri
dipertemukan secara formal dihadapan penghulu, kepala agama, para saksi dan
sejumlah undangan/hadirin untuk disyahkan secara resmi sebagai suami istri
dengan upacara tertentu. Perkawinan yang sehat dan harmonis bukan berarti tak
pernah mengalami konflik. Jadi, walaupun muncul pertengkaran diantara suami
istri, jangan langsung menyimpulkan bahwa perkawinan mereka tidak sehat.
Konflik yang muncul dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk memahami pola fikir
pasangan.
Ada 9
hukum atau cara menciptakan perkawinan yang sehat, yaitu sebagai berikut :
1. Tegur pasangan dengan penuh kasih
2. Sering member pujian kepada pasangan
3. Bersedia mengakui kesalahan
4. Boleh lupa yang lain, akan tetapi jangan
lupa dengan pasangan kita
5. Lupakan kesalahan masa lalu
6. Jangan marah diwaktu yang sama
7. Jangan menyimpan amarah sampai matahari
terbenam
8. Ketika betengkar coba mengalah untuk
menang
9. Jangan berteriak diwaktu yang sama
Menurut
UU Perkawinan no 1 tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuaan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha
esa. Usia terbaik untuk melangsungkan perkawinan untuk pria adalah 25 tahun
atau lebih, sedangkan untuk wanita adalah 20 tahun atau lebih. Pada usia tersebut
pria dan wanita dianggap sudah dewasa sehat jasmani, serta matang secara rohani
maupun social. tujuan dari batas dan umur ini adalah memberikan pengertian dan
kesadaran kepada generasi muda untuk mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan
dengan keluarga berencana, kesiapan fisik, mental, social, serta ekonomi
sebagai langkah meningkatkan kesejahteraan atau kesehatan ibu dan anak.
Perkawinan usia muda mengandung resiko terjadinya penyulit kehamilan dan
persalinan yang dapat meneyababkan kematian ibu dan anak.
Usia
terbaik untuk melangsungkan perkawinan untuk pria adalah 25 tahun atau lebih,
sedangkan untuk wanita adalah 20 tahun atau lebih, pria dan wanita tersebut
dianggap sudah dewasa, sehat jasmani, matang rohani dan sosial.
Tujuan dari batasan umur ini
adalah :
1) Memberikan pengertian dan kesadaran kepada generasi muda
untuk mempertimbangkan yang berkaitan dengan keluarga berencana, kesiapan
fisik, mental, sosial dan ekonomi.
2) Mempersiapkan masa
reproduksi seorang ibu.
3) Meningkatkan
kesejahteraan atau kesehatan ibu dan anak.
4) Perkawinan usia
muda mengandung resiko terjadinya penyulitan kehamilan dan persalinan yang
dapat menyebabkan kematian ibu dan anak.
2. Keluarga Sehat
Keluarga
bahagia adalah keluarga yang aman, tentram disertai rasa ketakwaan kepada Tuhan
YME. Keluarga sejahtera adalah keluarga yang sosial ekonominya mendukung
kehidupan anggota keluarganya.dan mampu menabung untuk persiapan masa depan.
Selain itu keluarga sejahtera juga dapat membantu dan mendorong peningkatan
taraf hidup keluarga lain.
Keluarga
yang sehat tentunya harus dibentuk oleh individu–individu yang sehat dalam
keluarga tersebut. Dilihat dari aspek kesehatan reproduksi, ada beberapa fase
dalam keluarga yang dapat dilihat dari skema pola perencanaan keluarga berikut
:
a. Fase menunda atau mencegah kehamilan
Bagi pasangan suami istri
dengan usia kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya. Karena
pada usia kurang dari 20 tahun organ reproduksi belum matang sehingga beresiko
tinggi untuk kehamilan, persalinan, dan nifas, serta terjadi komplikasi.
b. Fase menjarangkan kehamilan
Pada periode usia istri
antara 20–30/35 tahun, merupakan periode usia paling baik untuk hamil,
melahirkan, dengan jarak antara kehamilan anak 2–4 tahun.
c. Fase menghentikan dan mengakhiri kehamilan atu
kesuburan
Periode saat usia istri di
atas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai anak dengan
jumlah cukup (disarankan 2 orang) karena jika terjadi kehamilan dan kelahiran
pada usia ini, ibu mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya komplikasi
obtetrik.
Misalnya perdarahan,
pre-eklamsi, eklamsi, persalinan lama, atonia uteri, dan lain–lain. Pada usia
lebih tua juga mempunyai resiko untuk terjadi penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, keganasan, dan kelainan metabolik.
3. Sistem Reproduksi dan Masalahnya
Tidak
semua orang memahami sistem reproduksi manusia. Membicarakan sistem reproduksi
dianggap tabu dibeberapa kalangan remaja. Perubahan yang terjadi pada sistem
reproduksi pada masa kehamilan, persalinan, pasca persalinan
dijelaskan.Penjelasan juga diberikan mengenai perawatan bayi. Gangguan sistem
reproduksi yang dijelaskan seperti gangguan menstruasi, kelainan sistem
reproduksi dan penyakit. Penyakit sistem reproduksi yang dimaksud seperti penyakit-penyakiit
hubungan seksual, HIV /AIDS dan tumor.
Kesehatan
reproduksi adalah kemampuan seorang wanita untuk memanfaatkan alat reproduksi
dan mengatur kesuburannya (fertilitas), dapat menjalani kehamilan dan
persalinan secara aman serta mendapatkan bayi tanpa risiko apapun atau well
health mother dan well born baby dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam
batas normal.
Dalam
survei yang dilakukan oleh WHO, menetapkan 5 jenis ketentuan sebagai kriteria
klasifikasi wanita yaitu:
1. Kesehatan
2. Perkawinan
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Persamaan
Sadar akan keadaan demikian,
pemerintah dan diikuti oleh kalangan swasta telah mendirikan pusat-pusat
kesehatan untuk mendekatkan pelayanan terhadap masyarakat. Di samping itu
penyebaran Bidan di Desa merupakan gagasan pemerintah untuk menggantikan
peranan dukun yang masih dominan di tengah masyarkat, sehingga mendapatkan
pelayanan yang bermutu dan menyeluruh. Meskipun angka kematian ibu (AKI) dan
angka kematian anak (AKA) masih belum dapat diturunkan secara berarti. Keadaan
ini dapat berubah bila mengikutsertakan masyarakat menolong dirinya sendiri
dalam bidang kesehatan, dengan secara aktif mengambil bagian untuk memelihara
kesehatannya.
Di samping itu dalam
pelayanan dan pertolongan persalinan telah diupayakan dengan memakai sistem
partograf WHO, sehingga ibu hamil dan bersalin dikirimkan pada tingkat garis
“waspada.” Keberhasilan dalam pelaksanaan gagasan ini bergantung pada kemampuan
dalam memberi pengawasan selama hamil (antenatal) serta konsultasi gizi.
Keluarga berencana juga memegang peranan penting untuk dapat mengatur jarak
kehamilan, mengatur jumlah kehamilan (sehingga komplikasi dapat ditekan), dan
meningkatkan usia kawin dan hamil sampai mencapai masa reproduksi sehat.
Dengan demikian kesehatan
reproduksi merupakan masalah vital dalam pembangunan kesehatan. Kesehatan
reproduksi tidak dapat diselesaikan dengan jalan melakukan tindakan kuratif
(pengobatan), tetapi merupakan masalah masyarakat yang masih dapat diperbaiki.
Indonesia dianggap telah berhasil untuk mengatur kesehatan reproduksi melalui
gerakan keluarga berencana. Melalui penurunan tingkat kelahiran, ditambah makin
meningkatnya kesehatan, AKI dapat menurun secara berarti, sedangkan AKA dapat
diturunkan menjadi 56/1.000 persalinan.
Meskipun demikian upaya
untuk meningkatkan derajat kehidupan wanita melalui perluasan lapangan kerja,
meningkatkan pendidikan, dan persamaan kewajiban dan hak, masih memerlukan
perjuangan untuk dapat ikut serta menurunkan angka kematian dan meningkatkan
kesehatan wanita khususnya kesehatan reproduksi. Di lain pihak yang
mengecewakan adalah makin meningkatnya faktor infeksi alat reproduksi, oleh
karena terjadi semacam revolusi seksual yang menjurus ke arah liberalisasi,
dengan makin derasnya arus informasi pada era globalisasi dunia. Infeksi
mempunyai akibat yang menyedihkan pada kesehatan reproduksi yang dapat berakhir
dengan infertilitas (kemandulan) dan meningkatnya kejadian kehamilan ektopik.
Agar tercapai kesehatan alat
reproduksi sehingga dapat menghasilkan generasi sehat rohani dan jasmani, perlu
dilakukan berbagai upaya pencegahan dan diagnosis dini, melalui pengobatan yang
tepat dan berhasil guna. Dapat dikatakan alat reproduksi adalah alat untuk
prokreasi dan kreasi yang diupayakan semaksimal mungkin sehingga tercapai well
health mother for well born baby.
Dengan tercapainya
kesejahteraan masyarakat diharapkan juga tercapai kesehatan reproduksi yang
prima, dan dapat menghasilkan status politik, sosial-ekonomi, budaya, ketahanan
dan keamanan keluarga (poleksosbudhankam) tinggi, yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas individu (manusia) dan akhirnya secara berantai dapat
meningkatkan kualitas masyarakat dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Dengan demikian melalui
pembangunan diharapkan dapat mengubah lingkaran kemiskinan menjadi lingkaran
kesejahteraan, sehingga kesehatan umum masyarakat dan kesehatan reproduksi
dapat meningkatkan generasi yang berkualitas. Secara rinci dapat dikemukakan
bahwa pada masa remaja ditekankan pada bagaimana menghindari bahaya infeksi
alat reproduksi sehingga terhindar dari komplikasi, masa reproduksi
kesehatannya dapat dijaga dengan memanfaatkan metode keluarga berencana,
sehingga jumlah dan interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan
kualitas reproduksi dan kualitas generasi.
Pertolongan persalinan
berorientasi pada “well health mother for well born baby” melalui persalinan
yang tidak menimbulkan trauma (tidak membahayakan) dengan persalinan spontan,
tindakan operasi ringan persalinan dan seksio sesarea. Permintaan persalinan
seksio sesarea (melalui operasi dinding perut) akan meningkat, juga permintaan
untuk KB dengan metode operasi wanita (MOW) melalui teknik vasektomi. Pada masa
menopause, pascamenopause, dan senium penekanan ditujukan pada penyakit
degenerasi, sehingga diagnosis dini sangat penting.
4. Penyakit yang Berpengaruh Pada Kehamilan
dan Persalinan
Remaja
yang siap sebagai ibu harus dapat mengetahui penyakit- penyakit yang
memberatkan kehamilan atau persalinan atau juga penyakit yang akan membahayakan
dalam masa kehamilan atau persalianan. Penyakit-penyakit tersebut perlu
dijelaskan. Penyakit yang perlu dan penting dijelaskan sewaktu mengadakan
bimbingan antara lain penyakit jantung, penyakit ginjal, hipertensi, DM,
anemia, tumor.
B.
Pada WUS dan Wanita Klimakterium
1. Siklus Haid
Wanita
yang mempunyai siklus haid teratur setiap bulan biasanya subur. Satu putaran
haid dimulai dari hari pertama keluar haid hingga sehari sebelum haid datang
kembali, yang biasanya berlangsung selama 28-30 hari. Oleh karena itu siklus
haid dapat dijadikan indikasi pertama untuk menandai seorang wanita subur atau
tidak. Siklus menstruasi dipengaruhi oleh hormon seks perempuan yaitu estrogen
dan progesteron. Hormon-hormon ini menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh
perempuan yang dapat dilihat melalui beberapa indikator klinis seperti,
perubahan suhu basal tubuh, perubahan sekresi lendir leher rahim (serviks),
perubahan pada serviks, panjangnya siklus menstruasi (metode kalender) dan
indikator minor kesuburan seperti nyeri perut dan perubahan payudara.
Pembekalan pengetahuan untuk menjaga kesehatan
reproduksi wanita
a. Personal Hygiene, misalnya :
·
Mandi 2x sehari
·
Ganti pakaian dalam setiap hari
·
Hindari keadaan lembab di vagina
·
Mamakai pembalut yang tidak mengandung zat berbahaya
(berbahaya ditandai dengan mudah rusaknya pembalut jika terkena air)
·
Ganti pembalut maksimal tiap 6 jam atau bila sudah penuh oleh
darah haid
·
Cebok dari arah depan ke belakang
·
Hindari penggunaan sabun/cairan pembersih vagina.
b. Gizi
·
Hindari 5 P (Pewarna, pengawet, penyedap, pengenyal,
·
Konsumsi buah dan sayuran.
c. Perilaku seks
·
Hindari perilaku seks bebas diluar nikah.
2. Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada PUS
Masalah
Gangguan Kesehatan Reproduksi dan Upaya Penanggulangannya
a.
Definisi dan pengertian dasar
Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil
dan melahirkan bayi hidup dari suami yang mampu menghamilinya. Pasangan
Infertil adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologis yang tidak mampu
menghasilkan kehamilan dan kelahiran bayi hidup.
Infertilitas
Primer adalah jika istri belum berhasil hamil walaupun bersenggama teratur dan
dihadapkan pada kemuungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut. Infertilitas
Sekunder adalah jika istri pernah hamil akan tetapi tidak berhasil hamil lagi
walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama
12 bulan berturut-turut.
Etiologi
dan Epidemiologi Infertilitas
Etiologi
Infertilitas
dapat disebabkan oleh :
·
Gangguan pada hubungan seksual
·
Jumlah sperma dan transportasinya yang abnormal
·
Gangguan ovulasi dan hormonal yang lain, termasuk gangguan
pada tingkat reseptor hormon reproduksi.
·
Kelainan tempat implantasi (endometrium) dan uterus
·
Kelainan jalur transportasi (tuba fallopi)
·
Gangguan peritoneum
·
Gangguan imunologik.
·
Gangguan hubungan seksual yang dapat menyebabkan infertilitas
·
Kesalahan teknik senggama : penetrasi tidak sempurna ke
vagina
·
Gangguan psikososial : impotensi ejakulasi prekoks,
vaginismus
·
Ejakulasi abnormal : kegagalan ejakulasi akibat pengaruh
obat, ejakulasi retrogard ke dalam vesika urinaria pasca prostatektomi
·
Kelainan anatomi : hipospadia, epispadia, penyakit pyeroni.
·
Gangguan produksi dan transportasi sperma
Parameter
analisis semen normal
·
Volume 2-5 cc
·
Jumlah sperma > 20 juta/ml
·
Motilitas 6-8 jam > 40%
·
Bentuk sperma yang abnormal < 20%
·
Kandungan kadar fruktosa 120-450 mikrog/ml.
Gangguan ovulasi
Ovarium
memiliki dua peran utama, yaitu : sebagai penghasil gamet, sebagai organ
endokrin karena menghasilkan hormon seks (estrogen dan progesteron).
Kegagalan
ovulasi dapat berasal primer dari ovarium, misalnya penyakit ovarium polikistik
atau kegagalan yang bersifat sekunder akibat kelainan pada poros hipotalamus
hipofisis dan kelainan pada pusat opionid dan reseptor steroid di hipotalamus,
atau tumor hipofisis serta hipofungsi hipofisis.
Pemeriksaan pasangan infertil
Sekitar
1 dari 5 pasangan akan hamil dalam 1 tahun pertama pernikahan dengan senggama
yang normal dan teratur.
a. Riwayat
penyakit dan pemeriksaan
b. Analisis
sperma
c. Uji
pasca senggama (UPS)
d. Pembasahan
dan Pemantauan Ovulasi
e. Uji
pakis
f. Suhu
Basal Badan (SBB)
g. Sitologi
vagina atau endoserviks
h.
Biopsi Endometrium
i. Laparaskopi.
Pemeriksaan uterus dan tuba fallopi
a. Biopsi
Endometrium
b.
Hydrotubasi
c.
Hidrosalpingogram
d.
Histeroskopi
e.
Laparaskopi
f.
Ultrasonografi dan Endosonografi.
7.
Pengobatan infertilitas pasangan
Sekitar
50% pasangan infertil dapat berhasil hamil. Hal ini memberikan rasa optimis
bagi kebanyakan dokter yang mencoba menangani pasangan infertil. Selama kurun
waktu pemeriksaan pengobatan, baik oleh dokter umum maupun klinik infertilitas,
umumnya pasien tetap peka terhadap perubahan emosional akibat kegagalannya
untuk hamil. Oleh karena itu kontak yang teratur dengan mereka senantiasa
dibutuhkan, untuk memberikan kesempatan kepada mereka melakukan ventilasi.
Tindakan-tindakan
diagnostik seringkali juga merupakan rangsangan pengobatan. Pemeriksaan vaginal
dan sondase uterus, misalnya dapat menaikkan laju konsepsi.
3. Penyakit Menular Seksual
Cara
penularan PMS termasuk HIV/AIDS, dapat melalui :
1.
Hubungan seksual yang tidak terlindung, baik melalui vagina,
anus, maupun oral. Cara ini merupakan cara paling utama (lebih dari 90%)
2.
Penularan dari ibu ke janin selama kehamilan (HIV/AIDS,
Herpes, Sifilis), pada persalinan (HIV/AIDS, Gonorhoe, Klamidia), sesudah bayi
lahir (HIV/AIDS)
3.
Melalui tranfusi darah, suntikan atau kontak langsung dengan
cairan darah atau produk darah (HIV/AIDS).
Cara
pencegahan PMS :
a. Melakukan hubungan seksual hanya dengan
pasangan yang setia
b. Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan
seksual
c. Bila terinfeksi PMS mencari pengobatan
bersama pasangan seksual
d. Menghindari hubungan seksual bila ada gejala
PMS, misalnya borok pada alat kelamin, atau keluarnya duh (cairan nanah) dari
tubuh.
Pelayanan Kesehatan
Reproduksi pada Klimakterium danMenopause
A.
Pengertian Klimakterium
Klimakterium
adalah masa yang bermula dari akhir masa reproduksi sampai awal masa senium dan
terjadi pada wanita berumur 40-65 tahun.
Masa-masa
klimakterium yaitu :
1.
Pra menopause adalah kurun waktu 4-5 tahun sebelum menopause.
2.
Menopause adalah henti haid seorang wanita.
3.
Pasca menopause adalah kurun waktu 3-5 tahun setelah menopause.
Etiologi
Sebelum
haid berhenti, sebenarnya pada seorang wanita terjadi berbagai perubahan dan
penurunan fungsi pada ovarium seperti sklerosis pembuluh darah, berkurangnya
jumlah folikel dan menurunnya sintesis steroid seks, penurunan sekresi
estrogen, gangguan umpan balik pada hipofise.
Patofisiologi
Penurunan
fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab
rangsangan gonadotropin, sehingga terganggunya interaksi antara hipotalamus –
hipofise. Pertama-tama terjadi kegagalan fungsi luteum . Kemudian turunnya fungsi
steroid ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap
hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi FSH dan LH. Dari kedua
gonadoropin itu, ternyata yang paling mencolok peningkatannya adalah FSH.
Manifestasi
Klinik
1.Pramenopause
: perdarahan tidak teratur, seperti oligomenore, polimenore, dan hipermenore.
2.
Gangguan neurovegetatif (vasomotorik-hipersimpatikotoni),yang mencakup:
a.
gejolak panas (hot flushes)
b.
keringat malam yang banyak
c.
rasa kedinginan
d. sakit kepala
e.
desing dalam telinga
f.
tekanan darah yang goyah
g.
berdebar-debar
h.
susah bernafas
i. jari-jari atrofi
j.
gangguan usus (meteorismus)
3.
Gangguan psikis
a.
mudah tersinggung
b.
depresi
c.
lekas lelah
d. kurang bersemangat
e.
insomania atau sulit tidur
A. Menopause
1. Pengertian Menopase
Kata
menopause berasal dari bahasa yunani yang berarti ”bulan” dan ”penghentian
sementara” (Wirakusumah,Emma.S, 2004).
Menopause
atau mati haid adalah masa dimana seorang perempuan mendapatkan haid atau
datang bulan atau menstruasi terakhir secara alami dan tidak lagi haid selama
12 bulan berturut-turut (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Umumnya
terjadi menopause mulai terjadi pada permpuan berusia sekitar 45-55 tahun
(Departemen Kesehatan RI, 2005).9
Patofisiologi
menopause
Jumlah
folikel yang mengalami atresia makin meningkat, sampai suatu ketika tidak
tersedia lagi folikel yang cukup, produksi estrogen pun berkurang dan tidak
terjadi haid lagi yang berakhir dengan terjadi menopause. Oleh karena itu,
menopause diartikan sebagai haid alami terakhir, hal ini tidak terjadi bila
wanita menggunakan kontrasepsi hormonal pada usia perimenopause. Perdarahan
terus terjadi selama wanita masih menggunakan pil kontrasepsi secara siklik dan
wanita tersebut tidak mengalami keluhan klimakterik. Untuk menentukan diagnosis
menopause, pil kontrasepsi harus segera dihentikan dan satu bulan kemudian
dilakukan pemeriksaan FSH dan estradiol.
Bila
pada usia menopause ditemukan kadar FSH dan estradiol bervariasi (tinggi atau
rendah), maka setelah memasuki usia menopause akan selalu ditemukan kadar FSH
yang tinggi (>40 mlU/ml). Kadar estradiol pada awal menopause dijumpai
rendah hanya pada sebagian wanita, sedangkan pada sebagian wanita lain, apalagi
wanita gemuk, kadar estradiol dapat tinggi. Hal ini terjadi akibat proses
aromatisasi androgen menjadi estrogen di dalam jaringan lemak. Diagnosis
menopause merupakan diagnosis retropektif, bila seorang wanita tidak haid
selama 12 bulan, dan dijumpai kadar FSH darah >40 mlU/ml dan kadar estradiol
<30 pg/ml, telah dapat dikatakan wanita tersebut telah mengalami menopause
(Baziad, 2003).
Gejala-gejala
menopause
a.
Gejala jangka pendek
Gejala
ini sering dijumpai, menimbulkan distress dan menyebabkan banyak wanita yang
sebelumnya sehat mencari anjuran medis. Gejala-gejala sering salah diagnosis.
Pada beberapa wanita, gejala-gejala menopause mungkin sangat mengganggu
kualitas hidup dan sebaiknya tidak diabaikan dalam setiap pembahasan mengenai
resiko dan manfaat FSH.
Gejala
Vasomotor
·
Kulit memerah dan panas tiba-tiba
·
Palpitasi
·
Pening
·
Rasa lemah dan ingin pingsan.
Gejala
Psikologis
·
Mood murung
·
Ansietas
·
Iritabilitas dan mood berubah-ubah
·
Labilitas emosi
·
Merasa tidak berdaya
·
Gangguan daya ingat
·
Konsentrasi berkurang
·
Sulit mengambil keputusan
·
Merasa tidak bahagia.
Gejala
jangka menengah
1. Atrofi Urogenital
·
Kekeringan vagina menyebabkan dispareuni, yang kemudian akan
menurunkan libido
·
PH vagina meningkat dan vagina rentan mengalami infeksi oleh
bakteri, karena terjadi penurunan kolonisasi oleh laktobasil
·
Insiden disuria, frekuensi, urgensi, dan inkotinensia
meningkat seiring bertambahnya usia, dan terjadi atrofi dan berkurangnya
jaringan kolagen di sekitar leherkandung kemih.
2. Perubahan Kulit
·
Pada pasca menopause terjadi penyusutan generalisata kolagen
dari lapisan dermis kulit
·
Wanita sering mengeluh kulit yang tipis, dan kering disertai
kerontokan rambut dan kerapuhan kuku.
·
Sering terjadi keluhan nyeri sendi dan otot yang generalisata
dan hal ini juga disebabkan oleh berkurangnya kolagen.
Gejala
jangka panjang
1.
Osteoporosis
2.
Penyakit kardiovaskuler.
Upaya
dalam mengatasi gejala-gejala menopause :
a. Terapi non-hormonal
·
Arus panas (hot flush)
Dianjurkan
untuk meningkatkan asupan vitamin B kompleks untuk menekan stress dengan
menormalkan sistem saraf tubuh. Meningkatkan konsumsi makanan tinggi
fitoestrogen seperti kacang-kacangan terutama kedelai dan olahannya (tahu,
tempe, susu kedelai), dan pepaya. Makan sumber vitamin E yang tidak saja dapat
memperlancar oksigen tapi juga mencegah pengendapan kolesterol di arteri
sehingga peredaran darah menjadi lancar.
·
Kulit kering dan keriput
Makanlah
makanan alami bersifat membangun dan tidak merusak, terutama buah-buahan dan
sayuran. Tingkatkan asupan vitamin E yang terdapat di biji-bijian terutama
biji-bijian yang sudah berkecambah. Vitamin E diyakini dapat menyerap dan
menghancurkan pigmen tanda-tanda penuaan yang timbul pada kulit. Perbanyak
minum air putih dan hindari merokok.
·
Pening atau sakit kepala
Cobalah
untuk bersantai, beristirahat atau melakukan meditasi. Hindari hal-hal yang
menyebabkan ketegangan, depresi atau stress. Hindari alkohol dan kopi.
·
Pengerutan vagina
Menggunakan
krim estrogen atau gel khusus vagina, melakukan hubungan seks secara teratur.
·
Infeksi saluran kemih
Banyak
mengkonsumsi air putih. Jika kantung kemih dalam keadaan penuh, pembilasan akan
sering terjadi sehingga bakteri akan terbawa keluar. Mencuci bersih alat kelamin setelah buang air kecil
untuk mencegah masuknya bakteri.
·
Insomnia (sulit tidur)
Menjalani
gaya hidup yang positif dan hilangkan pikiran negatif. Melakukan aktivitas
fisik di siang hari. Aktivitas fisik secara teratur dapat membuat tidur lebih
nyenyak. Jangan membiarkan perut dalam kondisi kelaparan.
·
Gangguan psikis dan emosi
Memperbanyak
makanan sumber fitoestrogen dan vitamin B6, misalnya kedelai dan produknya
seperti tempe, tahu, dan susu kedelai. Vitamin B6 penting untuk memperlancar
kerja sistem saraf dan menurunkan tingkat stress. Meningkatkan asupan kalsium
menurut Gay Gaer Luce dapat mengurangi kesedihan dengan mempengaruhi fungsi
sistem saraf.
Perasaan
marah dan depresi bisa diakibatkan oleh ketidakseimbangan natrium dan kalium
dalam cairan tubuh. Oleh karena itu kurangi garam dan tingkatkan asupan kalium,
misalnya jeruk atau pisang. Menghargai dan mencintai diri sendiri dengan cara
menerima apa adanya.
·
Osteoporosis
Meningkatkan
asupan kalsium bisa dari susu atau ikan, misalnya ikan teri. Meningkatkan
asupan vitamin D dari susu dan paparan sinar matahari pagi (jam 08.00-09.00).
Meningkatkan asupan estrogen alami (fitoestrogen) dengan banyak mengkonsumsi
produk kedelai seperti susu kedelai, tempe dan tahu. Meningkatkan aktivitas
fisik (Wirakusumah,Emma.S, 2004).
b.
Terapi hormonal
Gejala-gejala
menopause dan osteoporosis bisa dibantu dengan menggunakan terapi penyulihan
atau penggantian hormon (HRT = Hormone Replacement Therapy) yang dilakukan
dengan memasukkan hormon-hormon seksual di dalam tablet atau beberapa bentuk
lainnya. HRT tidak sesuai bagi setiap perempuan dan adanya beberapa kondisi
medis, seperti kanker payudara. HRT perlu waktu lama untuk persiapan sehingga
bisa sesuai dengan setiap individu. Salah satu kerugian HRT adalah bahwa
kebanyakan persiapan HRT menyebabkan sedikit perdarahan bulanan pada perempuan
yang secara normal sudah berhenti menstruasi tetapi persiapan HRT sekarang
tersedia bagi perempuan tua dimana tidak ada perdarahan bulanan yang dialaminya
(Nash Barbara, 2006).
C.
Pada Bayi
a. Jenis
Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Baru Lahir
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman Asuhan Persalinan Normal yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhan bayi baru lahir dapat dilaksanakan oleh dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir dilaksanakan dalam ruangan yang sama dengan ibunya atau rawat gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam).
Asuhan bayi baru lahir meliputi:
1. Pencegahan infeksi (PI)
2. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
3. Pemotongan dan perawatan tali pusat
4. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
5. Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi.
6. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri
7. Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan
8. Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata antibiotika dosis tunggal
9. Pemeriksaan bayi baru lahir
10. Pemberian ASI eksklusif
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman Asuhan Persalinan Normal yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhan bayi baru lahir dapat dilaksanakan oleh dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir dilaksanakan dalam ruangan yang sama dengan ibunya atau rawat gabung (ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam).
Asuhan bayi baru lahir meliputi:
1. Pencegahan infeksi (PI)
2. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
3. Pemotongan dan perawatan tali pusat
4. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
5. Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi.
6. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri
7. Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan
8. Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata antibiotika dosis tunggal
9. Pemeriksaan bayi baru lahir
10. Pemberian ASI eksklusif
b.
Bentuk Esensial Pelayanan kesehatan pada bayi adalah:
1. Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
IMD adalah memberikan pelayanan kesehatan pada anak dengan mendekapkan bayi diantara kedua payudara ibunya segera setelah lahir. Memberikan kesempatan bayi menyusui sendiri segera setelah lahir dengan meletakkan bayi di dada atau perut dan kulit bayi melekat pada kulit ibu (skin to skin contact) setidaknyaselama 1-2 jam sampai bayi menyusui sendiri. (mitaya, 2010 : 23)
Hal ini dapat menghindari kematian bayi dan penyakit yang menyerang bayi, karena kandungan antibodi yang ada pada colostrom dan ASI. Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD.
Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan):
1) Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di kamar bersalin
2) Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix, kemudian tali pusat diikat.
3) Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu ibu. Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi.
4) Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan biarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu.
5) Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali perilaku bayi sebelum menyusu.
6) Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu minimal selama satu jam, bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1 jam
7) Jika bayi belum mendapatkan putting susu ibu dalam 1 jam posisikan bayi lebih dekat dengan puting susu ibu, dan biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama 30 menit.
1. Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
IMD adalah memberikan pelayanan kesehatan pada anak dengan mendekapkan bayi diantara kedua payudara ibunya segera setelah lahir. Memberikan kesempatan bayi menyusui sendiri segera setelah lahir dengan meletakkan bayi di dada atau perut dan kulit bayi melekat pada kulit ibu (skin to skin contact) setidaknyaselama 1-2 jam sampai bayi menyusui sendiri. (mitaya, 2010 : 23)
Hal ini dapat menghindari kematian bayi dan penyakit yang menyerang bayi, karena kandungan antibodi yang ada pada colostrom dan ASI. Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan proses IMD.
Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan):
1) Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di kamar bersalin
2) Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix, kemudian tali pusat diikat.
3) Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu ibu. Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi.
4) Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan biarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu.
5) Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali perilaku bayi sebelum menyusu.
6) Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu minimal selama satu jam, bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi tetap di dada ibu sampai 1 jam
7) Jika bayi belum mendapatkan putting susu ibu dalam 1 jam posisikan bayi lebih dekat dengan puting susu ibu, dan biarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibu selama 30 menit.
Setelah
selesai proses IMD bayi ditimbang, diukur, dicap/diberi tanda identitas, diberi
salep mata dan penyuntikan vitamin K1 pada paha kiri. Satu jam kemudian
diberikan imunisasi Hepatitis B (HB 0) pada paha kanan.
1.) Pelaksanaan penimbangan, penyuntikan vitamin K1, salep mata dan imunisasi Hepatitis B (HB 0).
2.) Pemberian layanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada periode setelah IMD sampai 2-3 jam setelah lahir, dan dilaksanakan di kamar bersalin oleh dokter, bidan atau perawat.
3.) Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.
4.) Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata (Oxytetrasiklin 1%).
5.) Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan kerusakan hati.
1.) Pelaksanaan penimbangan, penyuntikan vitamin K1, salep mata dan imunisasi Hepatitis B (HB 0).
2.) Pemberian layanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada periode setelah IMD sampai 2-3 jam setelah lahir, dan dilaksanakan di kamar bersalin oleh dokter, bidan atau perawat.
3.) Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.
4.) Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata (Oxytetrasiklin 1%).
5.) Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan kerusakan hati.
2.
Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan yang sama dengan ibunya, oleh dokter/ bidan/ perawat. Jika pemeriksaan dilakukan di rumah, ibu atau keluarga dapat mendampingi tenaga kesehatan yang memeriksa.
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan yang sama dengan ibunya, oleh dokter/ bidan/ perawat. Jika pemeriksaan dilakukan di rumah, ibu atau keluarga dapat mendampingi tenaga kesehatan yang memeriksa.
3.
Pencegahan infeksi
Pemotongan tali pusat pada BBL normal dilakukan sekitar 2 menit setelah bayi baru lahir atau setelah penyuntikan oksitosin 10 IU intramuskular kepada ibu. Hindari pembungkusan tali pusat atau jika di bungkus tutupi dengan kassa steril dalam keadaan longgar, agar tetap terkena udara dan akan lebih mudah kering.
Pemotongan tali pusat pada BBL normal dilakukan sekitar 2 menit setelah bayi baru lahir atau setelah penyuntikan oksitosin 10 IU intramuskular kepada ibu. Hindari pembungkusan tali pusat atau jika di bungkus tutupi dengan kassa steril dalam keadaan longgar, agar tetap terkena udara dan akan lebih mudah kering.
4.
Pencegahan hilangnya panas tubuh bayi
Pastikan bayi selalu dalam keadaan hangat dan hindari bayi terpapar langsung dengan suhu lingkungan
Pastikan bayi selalu dalam keadaan hangat dan hindari bayi terpapar langsung dengan suhu lingkungan
5.
Kunjungan Neonatal
Adalah pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali yaitu:
1.) Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir
2.) Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari
3.) Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari
Adalah pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3 kali yaitu:
1.) Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir
2.) Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari
3.) Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari
Pelayanan
kesehatan diberikan oleh dokter/bidan/perawat, dapat dilaksanakan di puskesmas
atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan yang diberikan mengacu pada pedoman
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada algoritma bayi muda (Manajemen
Terpadu Bayi Muda/MTBM) termasuk ASI ekslusif, pencegahan infeksi berupa
perawatan mata, perawatan tali pusat, penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi HB-0
diberikan pada saat kunjungan rumah sampai bayi berumur 7 hari (bila tidak
diberikan pada saat lahir).
B.
Pelayanan Kesehatan Pada Anak Balita
a. Defini Pelayanan Kesehatan Pada balita
Anak balita (bawah lima tahun), merupakan kelompok tersendiri yang dalam perkembangan dan pertumbuhannya memerlukan perhatian yang lebih khusus. Bila perkembangan dan pertumbuhan pada masa BALITA ini mengalami gangguan, hal ini akan berakibat terganggunya persiapan terhadap pembentukan anak yang berkualitas. Untuk mencapai hal diatas, maka tujuan pembinaan kesejahteraan anak adalah dengan menjamin kebutuhan dasar anak secara wajar, yang mencakup segi-segi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan dan perlindungan terhadap hak anak yang menjadi haknya [hak anak]. Disamping itu diperlukan juga suatu lingkungan hidup yang menguntungkan untuk proses tumbuh kembang anak. (Chairuddin P. Lubis, 2004)
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembng anak di lapangan dilakukan dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan tegnologi sederhana ditingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sabagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departeman Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
a. Defini Pelayanan Kesehatan Pada balita
Anak balita (bawah lima tahun), merupakan kelompok tersendiri yang dalam perkembangan dan pertumbuhannya memerlukan perhatian yang lebih khusus. Bila perkembangan dan pertumbuhan pada masa BALITA ini mengalami gangguan, hal ini akan berakibat terganggunya persiapan terhadap pembentukan anak yang berkualitas. Untuk mencapai hal diatas, maka tujuan pembinaan kesejahteraan anak adalah dengan menjamin kebutuhan dasar anak secara wajar, yang mencakup segi-segi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan dan perlindungan terhadap hak anak yang menjadi haknya [hak anak]. Disamping itu diperlukan juga suatu lingkungan hidup yang menguntungkan untuk proses tumbuh kembang anak. (Chairuddin P. Lubis, 2004)
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembng anak di lapangan dilakukan dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan tegnologi sederhana ditingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sabagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departeman Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
Pelayanan
kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat.
Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali setahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung.
3. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4. Kepemilikan dan pemantauan buku KIA oleh setiap anak balita
5. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.
1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali setahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung.
3. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4. Kepemilikan dan pemantauan buku KIA oleh setiap anak balita
5. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.
Jenis
Pelayanan Kesehatan Pada Balita
Pelayanan kesehatan pada balita yang lain adalah:
1. Pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter.
KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidak seimbangan pemberian makan pada anak. KMS juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatan- nya.
KMS berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit. KMS juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tenta ng kesehatan anaknya (Depkes RI, 2000).
Manfaat KMS adalah :
1.) Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan pemberian ASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.
2.) Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
3.) Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.
Pelayanan kesehatan pada balita yang lain adalah:
1. Pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter.
KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidak seimbangan pemberian makan pada anak. KMS juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatan- nya.
KMS berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit. KMS juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tenta ng kesehatan anaknya (Depkes RI, 2000).
Manfaat KMS adalah :
1.) Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan pemberian ASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.
2.) Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
3.) Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.
2.
Pelayanan kesehatan dengan Pemberian Kebutuhan Nutrisi Yang Baik Pada Anak
Dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik seorang anak, pemberian makanan yang bergizi mutlak sangat diperlukan. Anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai beberapa fase yang sesuai dengan umur si anak, yaitu fase pertumbuhan cepat dan fase pertumbuhan lambat. Bila kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi, maka akan terjadi gangguan gizi pada anak tersebut yang mempunyai dampak dibelakang hari baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik anak tersebut maupun gangguan intelegensia.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik seorang anak, pemberian makanan yang bergizi mutlak sangat diperlukan. Anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai beberapa fase yang sesuai dengan umur si anak, yaitu fase pertumbuhan cepat dan fase pertumbuhan lambat. Bila kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi, maka akan terjadi gangguan gizi pada anak tersebut yang mempunyai dampak dibelakang hari baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik anak tersebut maupun gangguan intelegensia.
3.
Pemberian Kapsul Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata ( agar dapat melihat dengan baik ) dan untuk kesehatan tubuh yaitu meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan infeksi lain.
Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan pada beberapa sasaran yang diperkirakan banyak mengalami kekurangan terhadap Vitamin A, yang dilakukan melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita yang diberikan sebanyak 2 kali dalam satu tahun. (Depkes RI, 2007)
Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
1.) Kapsul vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang berusia 6-11 bulan satu kali dalam satu tahun.
2.) Kapsul vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia ( mata kering ).
Hal ini dapat terjadi karena serapan vitamin A pada mata mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada selaput lendir atau konjungtiva dan selaput bening
( kornea mata ).
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan Agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara gratis dengan target pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan demikian diharapkan balita akan terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari keluarga menengah kebawah.
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata ( agar dapat melihat dengan baik ) dan untuk kesehatan tubuh yaitu meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan infeksi lain.
Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan pada beberapa sasaran yang diperkirakan banyak mengalami kekurangan terhadap Vitamin A, yang dilakukan melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita yang diberikan sebanyak 2 kali dalam satu tahun. (Depkes RI, 2007)
Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
1.) Kapsul vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang berusia 6-11 bulan satu kali dalam satu tahun.
2.) Kapsul vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia ( mata kering ).
Hal ini dapat terjadi karena serapan vitamin A pada mata mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada selaput lendir atau konjungtiva dan selaput bening
( kornea mata ).
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan Agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara gratis dengan target pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan demikian diharapkan balita akan terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari keluarga menengah kebawah.
4.
Pelayanan Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup :
1.) Penimbangan berat badan
2.) Penentuan status pertumbuhan
3.) Penyuluhan
4.) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang, apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup :
1.) Penimbangan berat badan
2.) Penentuan status pertumbuhan
3.) Penyuluhan
4.) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang, apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
5.
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll).
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.
Kegiatan MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:
1.) Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien asalkan sudah dilatih).
2.) Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS).
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll).
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.
Kegiatan MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:
1.) Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien asalkan sudah dilatih).
2.) Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS).
Dalam
pelaksanaannya, MTBS ini dibedakan dalam 2 kategori, yaitu :
1.) Manajemen Terpadu Bayi Muda ( Usia 1 hari sampai 2 bulan )
Pengelolaan bayi sakit pada usia 1 hari sampai 2 bulan ini, meliputi penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut.
Dalam manajemen terpadu bayi muda ini, dilakukan pengelolaan terhadap penyakit-penyakit yang lazim terjadi pada bayi muda, antara lain adanya kejang, gangguan nafas, hipotermi, kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, gangguan saluran cerna, diare serta kemungkinan berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.
2.) Manajemen Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun
Tahapan pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada usia 2 bulan sampai 5 tahun ini sama seperti manajemen terpadu bayi muda, yaitu penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut. Dalam MTBS usia 2 bulan sampai 5 tahun ini, dilaksanakan pengelolaan terhadap beberapa penyakit pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Beberapa penyakit yang lazim terjadi pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, aantara lain adanya tanda bahaya umum ( tidak bias minum atau menetek, muntah, kejang, letargis, atau tidak sadar ), batuk dan sukar bernafas, diare, demam, masalah telinga, status gizi buruk ( malnutrisi dan anemia ).
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departemen kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai tahun 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
3.) Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan).
1.) Manajemen Terpadu Bayi Muda ( Usia 1 hari sampai 2 bulan )
Pengelolaan bayi sakit pada usia 1 hari sampai 2 bulan ini, meliputi penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut.
Dalam manajemen terpadu bayi muda ini, dilakukan pengelolaan terhadap penyakit-penyakit yang lazim terjadi pada bayi muda, antara lain adanya kejang, gangguan nafas, hipotermi, kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, gangguan saluran cerna, diare serta kemungkinan berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.
2.) Manajemen Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun
Tahapan pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada usia 2 bulan sampai 5 tahun ini sama seperti manajemen terpadu bayi muda, yaitu penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut. Dalam MTBS usia 2 bulan sampai 5 tahun ini, dilaksanakan pengelolaan terhadap beberapa penyakit pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Beberapa penyakit yang lazim terjadi pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, aantara lain adanya tanda bahaya umum ( tidak bias minum atau menetek, muntah, kejang, letargis, atau tidak sadar ), batuk dan sukar bernafas, diare, demam, masalah telinga, status gizi buruk ( malnutrisi dan anemia ).
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departemen kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai tahun 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
3.) Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan).
6.
Konseling pada keluarga balita
Konseling yang dapat diberikan adalah :
1) Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
2) Pemberian makanan bayi
3) Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun.
4) Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
5) Peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan seksual dimulai sejak balita (sejak anak mengenal idenitasnya sebagai laki-laki atau perempuan
Konseling yang dapat diberikan adalah :
1) Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
2) Pemberian makanan bayi
3) Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun.
4) Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
5) Peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan seksual dimulai sejak balita (sejak anak mengenal idenitasnya sebagai laki-laki atau perempuan
7.
Pelayanan Immunisasi
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit infeksi dengan menyuntikkan vaksin kepada anak sebelum anak terinfeksi. Anak yang diberi imunisasi akan terlindung dari infeksi penyakit-penyakit: sebagai berikut: TBC, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejan), Polio, Campak dan Hepatitis B. Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit-penyakit, terhindar dari cacat, misalnya lumpuh karena Polio, bahkan dapat terhindar dari kematian.
Vaksin yang di gunakan adalah :
1) BCG : Untuk mencegah penyakit tuberculosis
Imunisasi BCG (Bacicile Calmette Guerin) untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab TBC yang primer atau ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. Contohnya: TBC pada selaput otak, TBC milier pada lapang paru ,TBC tulang . Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang dilemahkan, diberikan melalui intradermal dengan dosis 0,05 ml
Efek samping imunisasi BCG yaitu terjadinya ulkus pada daerah suntikan,reaksi panas. .
Rekomendasi :
1. Imunisasi BCG diberikan saat bayi berusia ≤ 2 bulan
2. Jangan melakukan imunisasi pd bayi dg imunodefisiensi (HIV,gizi buruk)
3. Pada bayi yg kontak erat dg penderita TB,diberi INH profilaksis,jika kontak sdh tenang dpt diberi BCG
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit infeksi dengan menyuntikkan vaksin kepada anak sebelum anak terinfeksi. Anak yang diberi imunisasi akan terlindung dari infeksi penyakit-penyakit: sebagai berikut: TBC, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejan), Polio, Campak dan Hepatitis B. Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit-penyakit, terhindar dari cacat, misalnya lumpuh karena Polio, bahkan dapat terhindar dari kematian.
Vaksin yang di gunakan adalah :
1) BCG : Untuk mencegah penyakit tuberculosis
Imunisasi BCG (Bacicile Calmette Guerin) untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab TBC yang primer atau ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. Contohnya: TBC pada selaput otak, TBC milier pada lapang paru ,TBC tulang . Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang dilemahkan, diberikan melalui intradermal dengan dosis 0,05 ml
Efek samping imunisasi BCG yaitu terjadinya ulkus pada daerah suntikan,reaksi panas. .
Rekomendasi :
1. Imunisasi BCG diberikan saat bayi berusia ≤ 2 bulan
2. Jangan melakukan imunisasi pd bayi dg imunodefisiensi (HIV,gizi buruk)
3. Pada bayi yg kontak erat dg penderita TB,diberi INH profilaksis,jika kontak sdh tenang dpt diberi BCG
2)
Polio oral vaksin : Untuk mencegah penyakit polio
Imunisasi polio digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin adalah virus yang dilemahkan. Imunisasi polio diberikan melalui oral bersamaan dengan suntikan vaksin DPT & hepatitis B. Vaksin yang digunakan secara rutin sejak bayi lahir dengan dosis 2 tetes oral yang menempatkan diri di usus & memacu pembentukan system baik dalam darah maupun pada epitelium usus yang menghasilkan pertahanan terhadap virus polio liar yang datang masuk kemudian.
Imunisasi polio digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin adalah virus yang dilemahkan. Imunisasi polio diberikan melalui oral bersamaan dengan suntikan vaksin DPT & hepatitis B. Vaksin yang digunakan secara rutin sejak bayi lahir dengan dosis 2 tetes oral yang menempatkan diri di usus & memacu pembentukan system baik dalam darah maupun pada epitelium usus yang menghasilkan pertahanan terhadap virus polio liar yang datang masuk kemudian.
3)
DPT : Untuk mencegah penyakit Difteri, Pertuis, dan Tetanus
Vaksin mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid).
Imunisasi DPT diberikan melalui system scular dengan dosis 0,5 ml & dapat menimbulkan efek samping ringan, terajdi pembengkakan, nyeri & demam. Efek samping berat : terjadi menangis hebat, kesakitan ± 4 jam, kesadaran menurun, kejang & syok.
4) Hepatitis B : Untuk mencegah penyakit Hepatitis B
Penyakit Hepatitis B sering menyebabkan hepatitis kronik yang dalam kurun waktu 10-20 tahun dapat berkembang menjadi hepatitis akut. Penularan penyakit melalui: hubungan seksual, dari ibu kepada bayinya, melalui alat-alat kedokteran. Imunisasi diberikan melalui system scular dengan dosis 0,5 ml dan dapat menimbulkan efek samping yang pada umumnya ringan, hanya berupa nyeri, bengkak, panas, mual & nyeri sendi maupun otot.
Vaksin mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid).
Imunisasi DPT diberikan melalui system scular dengan dosis 0,5 ml & dapat menimbulkan efek samping ringan, terajdi pembengkakan, nyeri & demam. Efek samping berat : terjadi menangis hebat, kesakitan ± 4 jam, kesadaran menurun, kejang & syok.
4) Hepatitis B : Untuk mencegah penyakit Hepatitis B
Penyakit Hepatitis B sering menyebabkan hepatitis kronik yang dalam kurun waktu 10-20 tahun dapat berkembang menjadi hepatitis akut. Penularan penyakit melalui: hubungan seksual, dari ibu kepada bayinya, melalui alat-alat kedokteran. Imunisasi diberikan melalui system scular dengan dosis 0,5 ml dan dapat menimbulkan efek samping yang pada umumnya ringan, hanya berupa nyeri, bengkak, panas, mual & nyeri sendi maupun otot.
5)
Campak : Untuk mencegah penyakit Campak
Imunisasi bermanfaat untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak sehingga tidak mudah tertular penyakit:TBC, tetanus, difteri, pertusis (batuk rejan), polio, campak dan hepatitis.
Imunisasi dapat diperoleh di Posyandu, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas
Imunisasi bermanfaat untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak sehingga tidak mudah tertular penyakit:TBC, tetanus, difteri, pertusis (batuk rejan), polio, campak dan hepatitis.
Imunisasi dapat diperoleh di Posyandu, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk
kehamilan dan persalinan
Pelayanan
kesehatan reproduksi pada WUS, PUS, dan menopause meliputi pemberian
pengetahuan dan bagaimana seorang tenaga kesehatan memberikan pelayanan tentang
keadaan normal dan abnormal kesehatan reproduksi maupun dalam mengatasi
keluhan-keluhan yang timbul.
Pelayanan
kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh
tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai
dengan 11 bulan setelah lahir.
3.2
Saran
Penulis
sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari
tentang upaya meningkatkan kesehatan ibu, WUS, wanita pada klimakterium
menopause serta pelayanan kesehatan pada bayi dan balita
Dan harapan penulis makalah ini tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga berguna bagi semua pembaca. Terakhir dari penulis walaupun makalah ini kurang sempurna penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari
Dan harapan penulis makalah ini tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga berguna bagi semua pembaca. Terakhir dari penulis walaupun makalah ini kurang sempurna penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari
DAFTAR PUSTAKA
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak
(Nelson Textbook of Pediatrics). EGC. Jakarta.
file:///C:/Users/acer/Documents/lKM/ikm/o-klimakteriummenopause.html
file:///C:/Users/acer/Documents/lKM/ikm/pelayanan-kesehatan-reproduksi-pada-wus.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar