Selasa, 03 Mei 2016

hipertensi dalam kehamilan


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi dalam Kehamilan
2.1.1. Definisi Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik
140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (Boyce dkk, 2011).
2.1.2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan.
Berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education
Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2000 yang
digunakan sebagai acuan klasifikasi di Indonesia, hipertensi dalam kehamilan
dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Hipertensi Kronik
2) Preeklampsia-eklampsia
3) Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
4) Hipertensi gestasional
2.1.3. Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan
1) Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah
umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca
persalinan.
2) Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria.
3) Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang
atau koma. 
4) Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah
hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik
disertai proteinuria.
5) Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan
atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.
(Prawirohardjo, 2009)
2.1.4. Faktor Risiko Hipertensi dalam Kehamilan
Dari berbagai macam faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
maka dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1) Primigravida
2) Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
3) Umur yang ekstrim.
4) Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan eklampsia
5) Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6) Obesitas
(prawirohardjo, 2009)
2.1.5. Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan
Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, yaitu:
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas
ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi hambur dan
memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri 7
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampaknya akan menimbulkan perubahan pada hipertensi dalam kehamilan (prawirohardjo, 2009). Adanya disfungsi endotel ditandai dengan meningginya kadar fibronektin,
faktor Von Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker dari sel-sel
endotel.
Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklampsia dapat dijumpai
sebagai berikut:
a. Terjadi plasentasi yang tidak sempurna sehingga plasenta tertanam dangkal
dan arteri spiralis tidak semua mengalami dilatasi.
b. Aliran darah ke plasenta kurang, terjadi infark plasenta yang luas.
c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat.
d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta, menyebabkan penyempitan
pembuluh darah. (Tanjung, 2004)
2. Teori Iskemia Plasenta dan pembentukan radikal bebas
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel
pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak,
Peroksida lemak selain akan merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan
protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
diimbangi dengan produksi anti oksidan (Prawirohardjo, 2009)
3. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E
pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar di
seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap
oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak
(Prawirohardjo, 2009).
4. Disfungsi sel endotel
a) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi
prostasiklin yang merupakan vasodilator kuat.
b) Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan
untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan
suatu vasokonstriktor kuat.
c) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.
d) Peningkatan permeabilitas kapilar
e) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor
f) Peningkatan faktor koagulasi
(Prawirohardjo, 2009)
5. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
a) Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
b) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih
besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan
suami sebelumnya.
c) Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin
lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
(Prawirohardjo, 2009)
6. Teori Adaptasi Kardiovaskular
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan
menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan
dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan (Prawirohardjo, 2009).
7. Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka
26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya
8% anak menantu mengalami preeklampsia (Prawirohardjo, 2009).
8. Teori Defisiensi Gizi
Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan
beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium
mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. (Prawirohardjo,
2009)
9. Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta
berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada
sirkulasi ibu. Peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses
inflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan
menyeluruh. (Prawirohardjo, 2009)
Kebanyakan penelitian melaporkan terjadi kenaikan kadar TNF-alpha pada
PE dan IUGR. TNF-alpha dan IL-1 meningkatkan pembentukan trombin, platelet- activating factor (PAF), faktor VIII related anitgen, PAI-1, permeabilitas endotel,
ekspresi ICAM-1, VCAM-1, meningkatkan aktivitas sintetase NO, dan kadar
berbagai prostaglandin. Pada waktu yang sama terjadi penurunan aktivitas
sintetase NO dari endotel. Apakah TNF-alpha meningkat setelah tanda-tanda
klinis preeklampsia dijumpai atau peningkatan hanya terjadi pada IUGR masih
dalam perdebatan. Produksi IL-6 dalam desidua dan trofoblas dirangsang oleh
peningkatan TNF-alpha dan IL-1. IL-6 yang meninggi pada preeklampsia
menyebabkan reaksi akut pada preeklampsi dengan karakteristik kadar yang
meningkat dari ceruloplasmin, alpha1 antitripsin, dan haptoglobin,
hipoalbuminemia, dan menurunnya kadar transferin dalam plasma. IL-6
menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat, merangsang sintesis platelet
derived growth factor (PDGF), gangguan produksi prostasiklin. Radikal bebas
oksigen merangsang pembentukan IL-6. Disfungsi endotel menyebabkan terjadinya produksi protein permukaan sel
yang diperantai oleh sitokin. Molekul adhesi dari endotel antara lain E-selektin,
VCAM-1 dan ICAM-1. ICAM-1 dan VCAM-1 diproduksi oleh berbagai jaringan
sedangkan E-selectin hanya diproduksi oleh endotel. Interaksi abnormal endotel-
leukosit terjadi pada sirkulasi maternal preeklampsia (Tanjung, 2004).
2.1.6. Definisi Hipertensi Kronis
Hipertensi Kronis menggambarkan semua hipertensi yang ada sebelum
kehamilan. Sebagian besar ibu dalam kelompok ini menderita hipertensi yang ada
sebelum kehamilan meskipun banyak diantara mereka yang baru didiagnosis
pertama kali saat mereka dalam keadaan hamil. Yang dimaksud hipertensi adalah
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg (NHBPEP, 2000).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar